HIDUP SALEH
Dimanakah ukuran kesalehan? Apakah eksklusif atau inklusif? Apakah saya bisa hidup saleh?
Matius 1:19 TB
Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati (saleh) dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.
Frasa “tulus hati” dapat diterjemakan benar, adil, tidak bersalah, saleh atau pantas. Yusuf adalah orang yang mendukung perceraian kalau ada “kehamilan” diluar nikah, seperti adanya perselingkuhan. Orang seperti Yusuf kita temui inklusif tertata karena penyebab dan tujuan atau niat baik yang tersembunyi. Sementara itu, mereka yang tidak menyetujui perceraian disebut “eksklusif”. Karena pernikahan yang sudah membuat sangat menderita pasangannya harus dipertahankan dengan nyawa sekalipun.
Tapi Tuhan “mencegah” Yusuf menceraikan Maria. Artinya kesalehan itu datang dari Tuhan yang turut mencegah Yusuf. Selama ini Yusuf saleh karena hukum dan niatan baik atau kebaikan manusia. Kesalehan itu datang dari Tuhan dan kita terima dalam iman. Dimanakah kita ukur kesalehan? Inklusif, eksklusif atau Tuhan yang membenarkan kita.
Lalu apakah kita bisa menjadi saleh? Asal kita tidak mengukurnya menurut ukuran kita sendiri, ya bisa. Karena Ia memberi kita kuasa untuk hidup saleh. 2 Petrus 1:3 Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib. Kemudian, kareja janji-janji untuk kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi dan luput dari bawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia, 2 Petrus 1:4. Kalau mau hidup saleh tanggalkan kekuasaan dan keduniawian dulu. Jangan buru-buru mau jadi direktur, ketua yayasan, sinode, ketua lembaga tertentu dan cepat jadi pendeta dan donatur yang masih menekan bawahannya dan ingin cepat kaya. Segala sesuatu dimulai dari Tuhan dan untuk Tuhan. Bukan dimulai dari kita lalu untuk kita (inklusif ataupun eksklusif).
Leave a Reply