1. Tuhan bekerja melalui hati kita. Ia membuat hati yang taat. Kata “hati” bagi orang Ibrani kuno adalah pikiran, pemikiran. Ketika kita diberitahu untuk mencintai Elohiym dengan segenap hati kita (Ulangan 6: 5) itu tidak berbicara tentang cinta emosional, tetapi untuk menjaga pikiran dan hal-hal yang dipikirkan bekerja untuknya, untuk Tuhan. Huruf pertama dalam bahasa Ibrani untuk kata “hati” itu seperti gambar tongkat gembala dan ini melambangkan otoritas, sebagaimana gembala memiliki otoritas atas kawanannya. Huruf kedua adalah gambar denah lantai tenda nomaden dan mewakili gagasan yang berada di dalam pikiran. Dalam keseharian kata ini menggambarkan keluarga Israel tersebut tinggal di dalam tenda. Jika digabungkan kedua huruf tersebut menjadi “otoritas di dalam”
Ketika Tuhan bekerja di dalam hati kita Ia tidak ingin kita mengambil otoritas-Nya karena apapun yang kita anggap sebagai milik kita di dunia ini. Kejadian 2:15 yang berbunyi: “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu” Dalam teks ini kata ‘mengusahakan’ itu berarti melayani “serve” sebagaimana disebutkan di ayat 5 denga kata yang sama sebelum manusia diciptakan. Kemudian, manusia juga dinyatakan ‘memelihara’ yang berarti menjaga ciptaan Tuhan. Tidak ada indikasi manusia memiliki otoritas selain otoritas Allah saat TUHAN Allah mengambil manusia dan menempatkannya dalam taman Eden. Pengajaran yang sering kita dengar dalam berbagai mimbar dan kesempatan sering mengaburkan otoritas menjadi miliki manusia. Hal ini menjadi legitimasi manusia bahkan orang percaya untuk melakukan apapun terhadap ciptaan karena berbagai kepentingannya. Bukan dalam konteks melayani maupun menjaga ciptaan Tuhan.
Otoritas Tuhan vs Otoritas Manusia
Manusia diciptakan untuk melayani dan menjaga. Keduanya merupakan tanggungjawab yang diberikan Tuhan. Eksploitasi itu bukan gagasan Firman Tuhan. Tuhan tidak pernah memberikan otoritas-Nya namun Tuhan mendelegasikan tanggungjawab. Kita mungkin belum bisa menerima bahwa Tuhan tidak mendelegasikan otoritas namun tanggungjawab. Namun jika kita sungguh memandang Dia sebagai Tuhan dan kita adalah hamba-Nya maka seharusnya itu tidak menjadi masalah. Masalahnya adalah kita berulang kali mendapatkan pengajaran yang tidak membuat kita bertanggungjawab terhadap ciptaan-Nya. Kita menyimpulkan dari satu khotbah ke khotbah lain untuk kita berkuasa dan mendominasi di ciptaan lainnya. Kita menganggap segala kapasitas yang diberikan Tuhan kepada kita harus dimaksimalkan dan dipergunakan namun bukan dari bawah untuk turun melayani, melainkan dari atas menguasai.
Kitapun perlu mengingat bahwa manusia dan ciptaan lainnya sebelum dosa masuk ke dunia melalui ketidaktaatan hati manusia, belum ada ‘permusuhan’ antara manusia dan ciptaan lainnya. Adam dengan tenangnya menamakan ciptaan demi ciptaan. Karena itu jangan karena ketakutan dan kekuatiran kita dengan binatang liar membuat kita lepas tanggungjawab. Kejadian seperti saat binatang yang tidak sepantasnya dimakan, cara pemotongan binatang dan saat menyakiti binatang atau pembalakkan liar, pemotongan pohon dan pembukaan lahan dengan membakar hutan. Manusia seakan lepas tanggungjawab soal hal ini. Manusia hanya memandang ciptaan hanya sebatas manfaat bagi dirinya sendiri.
Hati Hamba
Hal yang sama kita temukan di dalam kondisi pandemi ini. Sesulit apapun kita bukan saatnya melepas tangungjawab. Kita dipanggil untuk memiliki hati yang melayani. Kita bisa menganggap biaya Covid itu dari pemerintah lalu kita bebas berkumpul sesuka hati, lalu kita pikir ada bantuan A dan B dari pemerintah, lapangan pekerjaanpun pemerintah. Lalu mana tanggungajawab kita? Kita terus dicekoki dengan berita yang tidak bertanggungjawab sehingga kitapun menjadi tidak bertanggungjawab. Orang mencari perimbangan, “dia juga”, kenapa dia bisa lakukan saya tidak. Kenapa pilkada bisa kumpul sementara saya merayakan pernikahan tidak bisa kumpul. Kalau orang lain bisa maka saya bisa. Itu namanya tidak bertanggungjawab. Itu tanda banyak manusia tidak memiliki hati hamba.
Dalam konteks bacaan kita hari ini menjelaskan bahwa Tuhan bekerja melalui hati kita dimana otoritas itu adalah milik-Nya. Ketika Ia berkata “Kamu akan Kuberikan hati yang baru” maka Tuhan memberi hati yang mau diperintah oleh-Nya. Kita menjadi mengerti otoritas Tuhan yang besar dan mentaati-Nya. Tuhan bekerja dalam hati yang taat. Yeremia 31:31-33 berbunyi:
“Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, 32 bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN. 33 Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.”
Tuhan yang Berkuasa, Tuhan yang Bekerja
Perjanjian yang baru dari Tuhan ingin meletakkan kembali hubungan kita dengan “Tuan yang berkuasa” sehingga Tuhan dapat menaruh Taurat-Nya dalam batin kita dan menuliskannya dalam hati kita. Tuhan menjadi Allah kita dan kita akan menjadi umat-Nya yang taat. Ketika orang Majus datang ke Yerusalem tidak ada satupun dari mereka yang berkuasa di pemerintahan dan Bait Allah, bahkan umat Allah itu sendiri memiliki Taurat dalam bathin mereka. Dampaknya, kekuasaan Tuhan tidak lagi dimengerti dan dirasakan oleh mereka yang mengakui percaya pada Allah saat itu.
Mereka yang mencari keuntungan dan memiliki kepentingan bebas memperjuangkan kekuasaan semaunya. Sekalipun ada usaha untuk menghentikan Yesus lahir di dunia natal tidak dibatalkan. Natal hanya bisa dibatalkan jika kita tidak mengenal Tuhan dan kita menolak untuk memiliki hati yang taat. Karena itu natal tidak terganggu dengan ketiadaan baju baru, hadiah, tidak bisa travel “dirumah saja”, tidak bisa berbelanja, makan di restoran dan berkumpul dengan banyak orang. Natal bekerja dihati para majus dan gembala yang mau tunduk dengan pimpinan-Nya.
Tuhan bekerja melalui hati kita yang mau tunduk atau taat untuk berada dalam pimpinan-Nya, melayani dan bertanggungjawab untuk orang-orang disekitar kita bukan lagi memusatkan natal pada diri kita. Kita tahu bahwa dengan otoritas dan kuasa yang Tuhan miliki seharusnya membuat kita bergantung pada-Nya dan bukan membuat orang lain bergantung pada diri kita. Hal ini hanya dapat terjadi jika kita memiliki hati yang taat. Kita bukan tuannya untuk natal, tapi hamba untuk natal. Hati yang taat itu tanda natal ada di hati kita!
Yehezkiel 36: 26 Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. 27 Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.
Hal kedua tentang Natal Tidak Dibatalkan karena:
Tuhan Bekerja Melalui Roh-Nya. Roh Kudus Yang Menuntun Kita.
Tuhan Bekerja Melalui Roh-Nya. Roh Kudus Yang Menuntun Kita. https://johnsihombing.com/wp-content/uploads/2020/12/Tuhan-Bekerja-Melalui-Roh-Nya.jpg 960 540 Pastor John Sihombing https://johnsihombing.com/wp-content/uploads/2020/12/Tuhan-Bekerja-Melalui-Roh-Nya.jpgTuhan bekerja melalui Roh-Nya. Roh Kudus yang menuntun kita. Pertama, kita bisa melihat dalam bacaan kita di Yeremia 36:26-27, yang bukan saja menyatakan hati yang baru namun juga roh yang baru. Roh yang baru karena sejak kejatuhannya manusia sudah mati rohani.
Leave a Reply